Text
Memahami Realitas Sosial Keagamaan.
Dalam realitas kehidupan, apa yang dipikirkan oleh seseorang dan juga bahkan oleh banyak orang ternyata tidak selalu sama dengan yang terjadi. Pikiran dan harapan seseorang sedemikian indah, tetapi keindahan yang digambarkan itu tidak selalu menjadi kenyataan. Peraturan dan bahkan undang-undang berhasil dirumuskan, tetapi implementasinya tidak selalu mudah dilakukan. Pikiran-pikiran ideal selalu saja berjarak dari kenyataan yang ada.
Hal tersebut tidak terkecuali dalam agama. Bahkan kadang paradog. Agama mengajarkan agar antar sesama saling mengenal atau ta'aruf, saling memahami atau tafahum, saling menghargai atau tadhammun, saling menyayangi atau tarakhum , dan berujung agar menjadi saling tolong menolong atau ta'awun, namun ternyata dalam kehidupan yang sebenarnya justru sebaliknya. Sekalipun perbedaan diciptakan setidaknya agar saling kenal mengenal, tetapi tidak jarang yang terjadinya adalah justru saling menjauh, konflik atau menjadi pembatas dalam kehidupan bermasyarakat.
Hal tersebut tidak terkecuali menyangkut ajaran berbagai agama. Apa yang dapat dibaca dari teks atau kitab suci ternyata berbeda dari apa yang terjadi dalam kehidupan nyata sehari-hari. Jarak itu kadangkala terlalu jauh. Agama mengajarkan kasih sayang, kelembutan, toleransi, dan saling menghormati, tetapi ternyata tidak jarang penganutnya saling menjauh, berperilaku kasar, dan bahkan saling menyinggung dan menyakiti dianggap hal biasa. Kasus-kasus seperti yang dimaksudkan itu tidak sulit dicarikan buktinya.
Memang tidak sedikit ajaran agama yang berhasil diwujudkan di dalam kehidupan sehari-hari. Mendasarkan pada ajaran agama, masyarakat menjadi hidup damai, tenteram, dan saling menjalin kasih sayang, dan tolong-menolong di antara sesama. Akan tetapi, gambaran ideal itu tidak selalu bisa dilihat pada setiap waktu dan tempat. Munculnya berbagai kekerasan atas nama agama, adalah merupakan bukti bahwa apa yang terasa ideal pada kitab suci atau ajaran agama ternyata belum tentu berhasil dimanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari dan bahkan yang terjadi adalah justru berlawanan dengan gambaran ideal itu.
Kenyataan tersebut kiranya bisa dicari akar penyebabnya. Mungkin ajaran agama yang ideal itu tidak dipahami hingga ruh atau substansinya, melainkan baru sebatas aspek luar atau simbol-simbolnya belaka sehingga pengertian yang diperoleh tidak sampai mendalam dan menyeluruh. Selain itu juga sangat mungkin, ajaran agama dimaksud, ---baik disengaja atau tidak, digunakan untuk kepentingan tertentu, misalnya ekonomi, politik, atau lainnya. Berbicara agama ketika dikaitkan dengan kehidupan sosial akan selalu menjadi melebar, meluas, dan bahkan juga sebaliknya, menyempit. Itulah sebabnya, antara teks dan konteks agama menjadi berbeda.
Sebagai contoh sederhana, Islam mengajarkan tentang kerukunan, kebersamaan dan persatuan. Disebutkan di dalam kitab suci bahwa umat manusia adalah umat yang satu, atau ummatan wahidah, sehingga seharusnya mereka itu tidak bercerai berai. Namun pada kenyataannya, perpecahan atau perbedaan dianggap sebagai sesuatu yang wajar, lazim, dan niscaya. Bahkan, perbedaan yang nyata-nyata melahirkan kelemahan dan ketidak-berdayaan umat, justru dipandang sebagai sesuatu yang menguntungkan. Hal demikianitu, mungkin saja agama belum dilihat dari aspek yang lebih mendasar dan substantif, melainkan hanya dipahami dari salah satu sudut yang dangkal.
Berangkat dari kenyataan tersebut, Kementerian Agama melalui Badan Penelitian dan Pengembangan, melakukan kajian agama dari aspek kehidupan sosialnya. Upaya dimaksud sebenarnya tidak selalu mudah dilakukan. Sekalipun telah menggunakan berbagai piranti ilmu-ilmu sosial, seperti sejarah, sosiologi, pikologi, dan atropologi hasilnya ternyata tidak selalu memuaskan. Hasil kajian tersebut tidak selalu berhasil memenuhi kebutuhan yang diinginkan. Hal demikian itu terjadi, disamping karena keterbatasan metodologi juga pada kenyataannya, masyarakat selalu tumbuh dan berkembang, dan bahkan berubah cepat. Sebab lainnya, ajaran agama sering dimaknai dan ditafsirkan sesuai dengan perkembangan pemikiran para tokoh dan pemeluknya.
Buku yang diberi judul Himpunan Hasil Penelitian sebagai hasil karya Badan Litbang Kementerian Agama ini sesungguhnya cukup menarih. Berbagai bab dalam buku ini sepintas tidak terasa ada kaitannya antara satu dengan lainnya. Hal demikian itu bisa dimengerti oleh karena, ---sebagaimana judulnya, adalah merupakan himpunan hasil penelitian yang memiliki obyek dan fokus berbeda-beda. Namun dari lima jenis laporan penelitian itu sebenarnya masih dapat dilihat benang merah, kaitan antara hasil penelitian satu dengan lainnya, sehingga pantas dihimpun ke dalam satu buku ini.
Benang merah yang dimaksud, di antaranya adalah menyangkut kebaruan dan relevansinya dengan isu-isu keagamaan yang berkembang pada akhir-akhir ini. Misalnya, apa yang diteliti oleh Yohanes Budianto terkait kepribadian, skema keagamaan, dan fondamentalisme, ternyata mendapatkan kesimpulan yang tergolong baru dan menarik. Ia membedakan antara fondamentalisme agama dan skema keagamaan antara remaja laki-laki dan perempua. Remaja perempuan ternyata lebih terbuka dan toleran. Kesimpulan ini penting untuk memperoleh perhatian terutama terkait dalam merumuskan strategi pembinaan kehidupan keagamaan.
Hal lain yang tampaknya sederhana tetapi memiliki arti penting dalam memberikan pelayanan terhadap kehidupan beragama, adalah tentang transformasi pelayanan administrasi pernikahan, forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), dan Dharma Wacana di Bali. Tidak sedikit problem sosial berawal dari pernikahan. Sementara itu, pelayanan pernikahan belum berjalan sebagaimana semestinya hanya disebabkan oleh karena faktor manajemen yang dikembangkan. Lewat penelitian itu dihasilkan kesimpulan bahwa problem itu bisa diatasi dengan cara sederhana, yaitu lewat kebersamaan dalam menyediaan data.
Hasil penelitian menarik lainnya adalah tentang peran FKUB yang sedemikian penting tetapi baru dijalankan secara sambilan, dana terbatas, dan baru bersifat formalitas. Hasil penelitian ini mengingatkan tentang betapa pentingnya pembinaan kerukunan umat beragama pada masyarakat majemuk ini. Penyelesaian persoalan dimaksud tidak boleh terlambat, yakni menunggu tatkala persoalannya sudah serius. Hal menarik lainnya, yang juga dihimpun dalam buku hasil penelitian ini adalah Dharma Wacana. Penelitian ini mengingatkan secara jelas tentang konten yang seharusnya dijadikan topik dalam kegiatan Dharma Wacana, yaitu hendaknya tidak menyangkut hal rutin yang sudah dimengerti oleh masyarakat. Kegiatan dimaksud akan menjadi lebih bermakna jika materi yang disajikan relevan dengan persoalan kehidupan masyarakat sehari-hari.
Hal baru lainnya adalah penelitian tentang Pemberdayaan Masyarakat oleh mahasiswa di Sekitar Masjid. Kegiatan pengabdian masyarakat berupa Kuliah Kerja Nyata atau KKN dianggap sudah pada saatnya diperbaharui. Fokus kegiatan mahasiswa bukan lagi pada kantor desa, tetapi diubah ke masyarakat di sekitar Masjid. Tempat ibadah dijadikan konsentrasi kegiatan pengabdian para mahasiswa. Tentu realitas yang direkam melalui kegiatan penelitian ilmiah terhadap kegiatan mahasiswa melalui pendekatan dimaksud akan sekaligus menghasilkan pengetahuan baru yang perlu dikembangkan lebih lanjut. Akhirnya, membaca buku kumpulan hasil penelitian ini akan menjadi semakin jelas, bahwa apa yang ada pada pikiran dan bahkan teks agama tidak selalu sama dengan realitasnya, dan oleh karena itu tidak pernah final dan selalu menarik.
76775 | 362.042 ULU M | Library Lantai 2 | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain