Text
Pemimpin Gereja, Moratorium Organisasi Gereja, dan HAM.
Prinsip ekumenis secara mendasar diletakkan oleh
Yesus sendiri dalam doanya (Yoh. 17). Dalam doa dan
spiritualitas kita bersatu. Untuk itu perlu terus dikembangkan
moment-moment kebersamaan pada aras spiritual, melalui
ibadah, doa, persekutuan bersama; sambil tetap mengakui dan
menghargai perbedaan dan keberagaman yang ada.
Akhirnya memang jemaat lokal yang harus menjadi
ujung tombak keesaan gereja. Sedapat mungkin semua usaha
dialogis terjadi pada aras lokal, serta melihatkan semua unsur
jemaat (anak sampai dewasa, anggota dan pejabat). Kesadaran
keesaan juga harus menjadi materi sentral dalam pembinaan
kepada umat. Dengan cara itu umat diberi dorongan,
pengertian dan motivasi untuk mengupayakan keesaan dan
kesatuan dalam konteks hidup mereka masing-masing. Di
jemaat lokal pulalah eksperimentasi keesaan bisa dikerjakan,
misalnya, pemberkatan nikah bersama, perjamuan kudus
bersama, pelayanan kasih bersama, persekutuan bersama dan
sebagainya. Dalam hal ini menarik apa yang dikemukakan
oleh Martin Conway, bahwa hubungan antarumat kristiani
akan melewati lima tahapan kritis:
1. Kompetisi, di mana setiap gereja melihat dirinya sendiri
sebagai pemegang kebenaran yang penuh dan pihak lain
sebagai rival yang keliru;2. Koeksistensi, di mana pengakuan mulai muncul, secara
tersurat maupun tersirat, bahwa gereja lain juga menjadi
wahana karya Allah;
3. Koperasi, di mana mulai tercipta kegiatan-kegiatan
bersama, walau terbatas;
4. Komitmen, di mana pengakuan timbal-balik sebagai mitra
dalam karya Allah berkembang serta munculnya cita-cita
dan tekad bersama untuk melangkah ke aras keesaan;
5. Persekutuan, di mana perbedaan dirayakan, pertikaian
dipulihkan, kesamaan paham diterima dengan baik.
76772 | 322.1 NUH P | Library Lantai 3 | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain